Watchnews | Kota Tangerang, Gugatan praperadilan terkait penghentian penyidikan (SP3) oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tangerang dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan RSUD Tigaraksa menghadirkan sejumlah isu hukum yang penting untuk dianalisis. Berikut adalah analisa hukum yang dapat dilakukan berdasarkan informasi yang tersedia:
1. Kewenangan Praperadilan atas Penghentian Penyidikan
Praperadilan merupakan mekanisme hukum yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP, yang memberikan wewenang kepada pengadilan untuk menguji sah atau tidaknya penghentian penyidikan oleh penyidik. Dalam konteks kasus ini, Kejari Kabupaten Tangerang menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), yang dianggap oleh pemohon sebagai tindakan yang tidak sah.
Poin Analisis:
Apakah SP3 yang diterbitkan memenuhi prosedur formal dan materiil sebagaimana diatur dalam hukum?
Apakah terdapat alasan kuat dan bukti yang cukup bagi penyidik untuk menghentikan penyidikan?
2. Alasan Penghentian Penyidikan dan Kejanggalan SP3
Dalam kasus ini, penghentian penyidikan dinilai janggal oleh pemohon (FORTEM) karena:
Sebanyak 50 saksi telah diperiksa, dan barang bukti telah ditemukan. Namun, tidak ada tersangka yang ditetapkan.
Tidak dilakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak kunci, seperti Ketua TAPD atau Sekretaris Daerah yang menjabat saat itu.
Penghentian penyidikan hanya dapat dilakukan berdasarkan Pasal 109 ayat (2) KUHAP, yakni:
Tidak ditemukan cukup bukti;
Peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana; atau
Penyidikan dihentikan demi hukum.
Poin Analisis:
Apakah Kejari dapat membuktikan bahwa tidak ada bukti cukup yang mengarah pada tersangka?
Apakah ada unsur kelalaian dalam proses penyidikan, khususnya dengan tidak memeriksa pihak-pihak yang berpotensi bertanggung jawab?
3. Dugaan Kerugian Negara yang Besar
Kasus ini melibatkan dugaan kerugian negara mencapai puluhan miliar rupiah. Dalam konteks Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001), kerugian negara merupakan salah satu elemen penting dalam tindak pidana korupsi.
Poin Analisis:
Dengan kerugian negara sebesar itu, seharusnya ada pihak yang bertanggung jawab, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Apakah penghentian penyidikan ini dilakukan tanpa mempertimbangkan serius dampak kerugian negara yang telah diidentifikasi?
4. Tidak Diperiksanya Pihak Kunci
Kuasa hukum pemohon menegaskan bahwa Ketua TAPD, Sekretaris Daerah, serta pihak pemberi kuasa atas pengadaan lahan tidak pernah dipanggil dan diperiksa. Hal ini dapat dianggap sebagai kelalaian dalam penyidikan dan bertentangan dengan asas keadilan.
Poin Analisis:
Apakah Kejari telah melaksanakan penyidikan secara menyeluruh, sebagaimana diwajibkan dalam hukum acara pidana?
Jika benar ada pihak-pihak yang belum diperiksa, ini dapat menjadi indikasi penyidikan tidak dilakukan secara profesional dan mendalam.
5. Peran Praperadilan untuk Mengoreksi SP3
Jika praperadilan memutuskan bahwa SP3 tersebut tidak sah, maka Kejari dapat diperintahkan untuk melanjutkan penyidikan. Hal ini sesuai dengan asas legalitas dan prinsip bahwa tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa yang harus diselesaikan.
Solusi dan Rekomendasi Hukum
1. Evaluasi Sah atau Tidaknya SP3:
Hakim perlu memastikan apakah SP3 yang diterbitkan oleh Kejari memenuhi syarat-syarat hukum. Jika ditemukan kejanggalan dalam proses penyidikan, maka SP3 tersebut harus dibatalkan.
2. Pemanggilan Pihak Kunci:
Jika penyidikan dilanjutkan, maka pemeriksaan terhadap pihak-pihak kunci, seperti Ketua TAPD dan Sekretaris Daerah, wajib dilakukan untuk memperjelas alur pertanggungjawaban.
3. Keterlibatan Kejaksaan Agung:
Jika terdapat indikasi ketidakprofesionalan atau konflik kepentingan dalam penanganan kasus ini, Kejaksaan Agung dapat mengambil alih penyidikan sesuai kewenangannya.
4. Peningkatan Transparansi:
Publikasi hasil penyidikan dan pertanggungjawaban dari Kejari diperlukan untuk memastikan akuntabilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum.
5. Perbaikan Sistem Penanganan Kasus Korupsi:
Kasus ini menunjukkan perlunya evaluasi dan perbaikan dalam penanganan kasus korupsi, termasuk peningkatan kualitas penyidikan dan pengawasan internal di tubuh kejaksaan.
Kesimpulan:
Kasus penghentian penyidikan dugaan korupsi pengadaan lahan RSUD Tigaraksa mengandung indikasi kejanggalan yang perlu diuji secara mendalam melalui praperadilan. Jika SP3 tersebut tidak sah, maka penyidikan harus dilanjutkan, dengan melibatkan pihak-pihak kunci dan memastikan penanganan kasus dilakukan secara profesional dan transparan. Langkah ini penting untuk menegakkan keadilan dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia.
PENULIS : AKHWIL.SH ( AKTIVIS DAN PENGAMAT HUKUM )