Site icon Watchnews.co.id

KORUPSI SAMPAH TANGSEL MELUAS: DUGAAN PEMBIARAN LINTAS WILAYAH DALAM PROYEK Rp 75 MILIAR – AKHWIL, S.H.: INI BUKAN SEKADAR KOLUSI, TAPI PENGABAIAN TATA KELOLA DAERAH

Penetapan Tersangka Baru & Penahanan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan Oleh Kejati Banten.

Bagikan

Oleh: Tim Investigasi Hukum dan Sosial | Narasumber: Akhwil, S.H., Praktisi Hukum dan Aktivis LSM Tangerang Raya n

Tangerang Raya, 15- 04-2025, Watchnews.co.id

I. LATAR BELAKANG INVESTIGASI

Pada tahun anggaran 2024, Pemerintah Kota Tangerang Selatan melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) melakukan pengadaan jasa layanan pengangkutan dan pengelolaan sampah dengan nilai kontrak mencapai Rp75,94 miliar, melibatkan pihak swasta yakni PT EPP. Proyek ini menjadi perhatian publik setelah Kejaksaan Tinggi Banten menetapkan dua tersangka:

SYM, Direktur PT EPP (Ditahan, 14 April 2025)

WL, Kepala DLH Tangsel (Ditahan, 15 April 2025)

Fakta hukum menyebutkan bahwa kegiatan pengangkutan sampah dari Tangsel tidak sepenuhnya dikelola secara lokal. Sebagian besar sampah ditampung dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berada dalam wilayah Kabupaten Tangerang, tanpa dasar hukum kerja sama antar daerah yang valid.

II. TEMUAN INVESTIGATIF

Tidak adanya dokumen kerja sama antardaerah (interlocal agreement) antara DLH Tangsel dan DLH Kabupaten Tangerang dalam penggunaan TPA.

Dugaan pembiaran oleh pejabat di Kabupaten Tangerang terhadap aktivitas pembuangan sampah dari luar wilayah administrasi.

Potensi konflik kepentingan dalam pemberian akses, penggunaan fasilitas publik, dan distribusi tanggung jawab pengawasan lingkungan.

III. PEMANGGILAN SAKSI OLEH KEJATI BANTEN

Sebagai tindak lanjut penyidikan, Kejati Banten mengeluarkan Surat Panggilan Nomor: SP-15/M.6.5/Fd.1/02/2025, ditujukan kepada Kepala DLH Kabupaten Tangerang, untuk hadir sebagai saksi dalam dugaan tindak pidana korupsi proyek tersebut.

Pemanggilan ini memperluas spektrum penyidikan karena menunjuk pada kemungkinan partisipasi pasif (pembiaran) atau partisipasi aktif (fasilitasi tanpa dasar hukum) oleh pejabat di luar Kota Tangsel.

IV. KERANGKA HUKUM

a. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 (Tipikor)

Pasal 2 ayat (1): Perbuatan memperkaya diri/orang lain/korporasi yang merugikan keuangan negara.

Pasal 3: Penyalahgunaan kewenangan karena jabatan.

Pasal 18: Pengembalian kerugian keuangan negara melalui perampasan harta dan aset.

Ancaman: Penjara 4 s.d. 20 tahun dan denda Rp200 juta – Rp1 miliar.

b. KUHP

Pasal 55 ayat (1): Penyertaan dalam tindak pidana (pelaku, menyuruh, turut serta).

Pasal 56: Membantu dalam pelaksanaan tindak pidana.

c. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 25 dan 363: Kerja sama antar daerah wajib dituangkan dalam perjanjian tertulis.

Sanksi Administratif: Pembatalan program, pengenaan sanksi jabatan, serta potensi pidana bila terdapat indikasi gratifikasi.

d. UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

Pasal 29 ayat (1) dan (2): Larangan membuang sampah di luar lokasi yang ditentukan.

Pasal 40: Pelanggaran dapat dikenakan pidana paling lama 6 bulan atau denda hingga Rp50 juta.

V. PERSPEKTIF AKADEMIK: LINTAS WILAYAH DAN PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN

Akhwil, S.H., dalam analisa hukumnya menyebutkan bahwa pembiaran penggunaan fasilitas TPA Kabupaten Tangerang untuk proyek yang terbukti bermasalah secara hukum merupakan bentuk kelalaian struktural.

“Jika benar fasilitas daerah dipakai untuk proyek yang korup tanpa dokumen resmi, maka hal ini tidak hanya soal etika birokrasi, tapi juga indikasi kuat pelanggaran Pasal 55 KUHP tentang penyertaan dan pasal 3 UU Tipikor soal penyalahgunaan kewenangan,” tegas Akhwil.

Ia menambahkan bahwa:

“Setiap proyek lintas wilayah harus berbasis hukum, bukan semata relasi informal antarpejabat. Dalam konteks ini, tanggung jawab Pemkab Tangerang untuk memastikan tidak ada proyek luar daerah yang memanfaatkan fasilitas daerah tanpa kontrol adalah bentuk pelaksanaan prinsip due diligence dalam administrasi publik.”

VI. IMPLIKASI SOSIAL DAN TATA KELOLA

Ketidakhadiran kerja sama formal antardaerah dalam proyek yang berdampak lingkungan menunjukkan lemahnya akuntabilitas tata kelola pemerintahan daerah, serta melanggar prinsip good environmental governance. Masyarakat di sekitar TPA di Kabupaten Tangerang yang terdampak oleh aktivitas pembuangan sampah juga tidak mendapat jaminan perlindungan hukum atas kesehatan dan lingkungan.

VII. REKOMENDASI INVESTIGATIF

1. Kejati Banten perlu memperluas penyidikan hingga pada aspek lintas wilayah dan pejabat yang memberi akses.

2. Pemkab Tangerang wajib melakukan audit internal dan meninjau ulang seluruh aktivitas lintas daerah di sektor pengelolaan lingkungan.

3. KPK dapat dilibatkan jika ditemukan aliran dana, gratifikasi, atau konflik kepentingan yang lebih luas.

4. Perlu dibentuk tim independen atau koalisi masyarakat sipil untuk mengawasi proses hukum dan menilai dampak terhadap masyarakat.

VIII. PENUTUP

Kasus korupsi proyek sampah Tangsel bukan hanya tentang penggelembungan anggaran dan penyimpangan tender, tetapi telah mengungkap pola pengabaian hukum lintas wilayah dan potensi kerjasama tidak sah yang melibatkan dua pemerintah daerah.

“Kasus ini bukan hanya milik Tangsel. Ketika proyek korup menyentuh wilayah lain, maka tanggung jawab hukum pun ikut tersebar. Pembiaran adalah bentuk partisipasi dalam korupsi,” tutup Akhwil, S.H.

Pewarta: CHY (wartawan Watchnews.co.id).

CATATAN REDAKSI: Laporan Investigatif ini disusun sebagai bagian dari fungsi sosial kontrol publik berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan tunduk pada asas proporsionalitas sesuai UU ITE. Setiap informasi berdasarkan data, dokumen resmi, dan wawancara narasumber kompeten.

Exit mobile version