INVESTIGATIF
Oleh: Akhwil, S.H. – Praktisi Hukum dan Aktivis Sosial Tangerang Raya
Tangerang, 25-06-2025, Watchnews.co.id
I.TEGURAN SERIUS BAGI SISTEM KESEHATAN PUBLIK
“Dugaan penyimpanan obat kedaluwarsa yang bercampur dengan obat aktif di RSUD Kota Tangerang, sebagaimana terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Provinsi Banten, bukan sekadar kesalahan prosedur administratif, melainkan sinyal keras tentang buruknya sistem pengawasan dan lemahnya tata kelola fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah.
Di tengah komitmen negara terhadap keselamatan pasien dan mutu pelayanan publik, temuan ini layak menjadi perhatian khusus, tidak hanya oleh masyarakat, tetapi juga aparat penegak hukum, legislatif daerah, hingga Kementerian Kesehatan RI.
II. FAKTA INVESTIGATIF : KLARIFIKASI VS DUGAAN PELANGGARAN
Dalam klarifikasinya, Direktur RSUD Kota Tangerang, dr. H. Yusuf Alfian Geovanny, MKM, menyatakan bahwa :
1. Obat kedaluwarsa telah dipisahkan secara fisik, namun masih berada dalam satu ruangan yang sama dengan obat aktif.
2. Belum dilakukan pemusnahan obat karena menunggu efisiensi volume transportasi.
3. RSUD telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dan berkomitmen pada standar pelayanan kesehatan.
Namun, klarifikasi tersebut menyisakan sejumlah pertanyaan serius:
* Mengapa prosedur pemusnahan tidak dilakukan secara berkala sesuai rekomendasi BPK?
* Apakah penyimpanan dalam satu ruangan, meski fisik terpisah, tetap sesuai dengan standar keselamatan dan pengelolaan farmasi?
* Bagaimana dengan tanggung jawab Kepala Dinas Kesehatan selaku pengawas eksternal?
III. PENAJAMAN HUKUM : INDIKASI PELANGGARAN SERIUS
A. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
* Pasal 98 ayat (2) dan (3): Penyimpanan dan distribusi sediaan farmasi wajib memenuhi standar keamanan.
* Pasal 190: Kelalaian dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat dikenakan sanksi pidana maksimal 10 tahun dan/atau denda.
Potensi pidana dapat dikenakan terhadap pejabat rumah sakit yang lalai mengawasi atau membiarkan kondisi berisiko bagi pasien.
B. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
* Pasal 8 ayat (1): Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak memenuhi standar mutu dan keamanan.
* Pasal 62: Pelanggaran dapat dikenai sanksi pidana 5 tahun atau denda Rp2 miliar.
RSUD sebagai pelaku usaha jasa pelayanan publik wajib menjaga keamanan konsumen (pasien). Obat kadaluwarsa yang tidak dimusnahkan dapat dikategorikan sebagai potensi produk berbahaya.
C. Permenkes No. 31 Tahun 2017 tentang Apotek
* Pasal 31 ayat (2): Apotek yang tidak mengelola obat sesuai aturan dapat dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin.
* RSUD wajib menjaga fasilitas penyimpanan farmasi yang sesuai standar, bukan semata-mata secara fisik, tetapi juga secara ruang dan prosedur pemusnahan.
IV. ANALISIS KELEMBAGAAN DAN TANGGUNG JAWAB
Masalah ini tidak bisa berhenti pada klarifikasi sepihak. Ada kelalaian struktural yang melibatkan tiga level tanggung jawab:
1. Tingkat Teknis: Pegawai farmasi dan manajemen RSUD, diduga lalai dalam prosedur pengelolaan obat.
2. Tingkat Struktural: Direktur RSUD, bertanggung jawab penuh atas keseluruhan sistem pengelolaan rumah sakit.
3. Tingkat Pengawasan: Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang – bertanggung jawab dalam mengawasi dan mengevaluasi fasilitas kesehatan daerah.
VI. MENUJU EFEK JERA DAN REFORMASI
Untuk Pemerintah Daerah:
* Copot Direktur RSUD dan evaluasi Kepala Dinas Kesehatan bila terbukti lalai.
* Bentuk Tim Audit dan Pengawasan Farmasi secara berkala.
Untuk DPRD Kota Tangerang:
* Gunakan hak angket atau RDP untuk meminta penjelasan terbuka kepada eksekutif.
* Untuk APH (Aparat Penegak Hukum):
* Jadikan LHP BPK sebagai dasar awal penyelidikan (Pasal 184 KUHAP: dokumen audit = bukti permulaan).
Untuk Publik dan Media:
* Dorong kolaborasi investigatif antara jurnalis, LSM, dan aktivis hukum untuk memantau kinerja RSUD dan Dinkes.
VII.JANGAN BIARKAN NYAWA BERGANTUNG PADA KELALAIAN SISTEM
Kasus ini adalah contoh nyata bahwa kelalaian administratif dapat berujung pada bencana kesehatan masyarakat. Masyarakat berhak mendapatkan jaminan layanan medis yang aman, transparan, dan akuntabel.
Penegakan hukum dan reformasi tata kelola bukan hanya penting untuk efek jera, tetapi untuk membangun budaya pelayanan publik yang berintegritas.
Disusun oleh:
Akhwil, S.H. – Praktisi Hukum dan Aktivis Sosial Tangerang Raya
Untuk keperluan investigasi jurnalistik, edukasi publik, dan penguatan kontrol sosial masyarakat.
Pewarta: CHY ( Watchnews.co.id ).