Penulis : Akhwil.SH ( Praktisi Hukum dan Aktivis LSM Tangerang Raya).
Tangerang Selatan, 14-04-2025, Watchnews.co.id
“Setelah berbulan-bulan stagnan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten akhirnya melakukan penahanan terhadap SYM, Direktur PT EPP, dalam kasus dugaan korupsi proyek pengangkutan dan pengelolaan sampah di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLH) Kota Tangerang Selatan, dengan nilai kontrak Rp75,94 miliar. Penahanan ini menuai reaksi publik dan aktivis, karena hingga kini, tidak ada satu pun pejabat Pemerintah Kota Tangsel yang ditetapkan sebagai tersangka, padahal indikasi keterlibatan pejabat pengguna anggaran sangat kuat.
RANGKAIAN FAKTA DAN PENYIMPANGAN YANG TERUNGKAP
Dari hasil penyidikan Kejati Banten, diketahui bahwa PT EPP diduga telah memalsukan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) agar bisa mengikuti tender pekerjaan pengelolaan sampah. SYM, selaku Direktur, juga diduga bersekongkol dengan WL, Kepala Dinas DLH Tangsel, untuk memuluskan proses pengadaan sejak tahap awal.
Persekongkolan lainnya juga ditemukan dengan pihak rekanan lain, yakni CV BSIR, sebelum proses lelang dimulai. PT EPP bahkan disebut mengalihkan pekerjaan utama kepada pihak ketiga, tindakan yang jelas melanggar kontrak dan prinsip dasar dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
PERTANYAAN BESAR : MENGAPA HANYA SYM YANG DITAHAN?
Akhwil, S.H., seorang praktisi hukum dan aktivis LSM Tangerang Raya, menilai bahwa penahanan SYM baru merupakan permukaan dari gunung es korupsi dalam proyek pengelolaan sampah Tangsel. Ia mempertanyakan kenapa hanya pihak swasta yang dijerat, sementara pihak pemerintah yang berperan sebagai Pengguna Anggaran (PA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PHO), hingga konsultan pengawas tak tersentuh hukum.
“Dalam praktik pengadaan, tidak mungkin kontrak senilai puluhan miliar bisa lolos tanpa persetujuan dan keterlibatan aktif dari pejabat pengguna anggaran, termasuk Kadis, PPK, dan Sekda yang menjadi pengendali administratif anggaran. Jika kontrak itu bermasalah sejak awal, siapa yang menyetujuinya? Apakah Kejati menutup mata terhadap peran internal Pemkot Tangsel?” tegas Akhwil.
KAJIAN HUKUM : PERAN PEJABAT PUBLIK TAK BISA DIABAIKAN
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, dan diatur lebih lanjut dalam Perlem LKPP No. 12 Tahun 2021, disebutkan secara tegas:
1. PA/KPA (Walikota/Sekda/Kadis) bertanggung jawab atas perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan anggaran;
2. PPK bertanggung jawab atas pemilihan penyedia dan pelaksanaan kontrak;
3. PHO dan konsultan pengawas bertugas memeriksa dan menyetujui hasil pekerjaan;
Jika PT EPP diduga tidak melaksanakan pekerjaan sebagaimana kontrak, maka PPK dan PHO yang menandatangani dokumen serah terima juga dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. Dalam konteks ini, bukan hanya pelaku swasta yang bisa dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31/1999 tentang Tipikor, tetapi juga penyelenggara negara yang melakukan perbuatan melawan hukum dan merugikan keuangan negara.
Akhwil menyatakan:
“Tidak mungkin kontrak sebesar ini bisa berjalan tanpa restu dan koordinasi di lingkungan pejabat Pemkot Tangsel. Jika hanya Direktur PT EPP yang ditahan, ini belum menyentuh jantung persekongkolan. Kita khawatir Kejati hanya menyentuh kulitnya, bukan isinya.”
APAKAH ADA PERLINDUNGAN TERHADAP PEJABAT?
Penyidikan yang belum menyentuh aparatur pemerintahan menimbulkan dugaan adanya perlindungan terhadap pejabat tertentu. Padahal, dalam pemberantasan korupsi, asas equality before the law harus dijunjung tinggi.
“Jika bukti permulaan cukup terhadap rekanan swasta, maka mestinya keterlibatan pejabat daerah yang menyetujui dan mengendalikan proyek ini juga diperiksa. Jangan sampai ada kesan Kejati bermain aman untuk melindungi kekuasaan dan jabatan,” ujar Akhwil.
Dalam sistem hukum pidana, baik pelaku utama (swasta) maupun pelaku yang turut serta (penyedia pekerjaan, pejabat pemda) bisa dijerat bersama berdasarkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, karena turut serta melakukan tindak pidana secara bersama-sama.
ASPEK AKUNTABILITAS DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH
Dalam konteks pertanggungjawaban publik, tanggung jawab tidak hanya berhenti di meja Kejaksaan. Pemerintah Kota Tangsel, dalam hal ini Walikota, Sekda, dan Kadis DLH, wajib memberikan penjelasan terbuka kepada masyarakat. Proyek ini menggunakan APBD, dana rakyat, dan jika terbukti terdapat kerugian, maka ini menyangkut akuntabilitas publik yang serius.
Jika pemerintah daerah tidak mengambil langkah pemeriksaan internal atau tidak menjatuhkan sanksi administratif terhadap aparatur yang lalai, maka mereka dapat dilaporkan ke Inspektorat, Ombudsman, hingga Komisi Informasi untuk pelanggaran etik dan maladministrasi.
PENYIDIKAN HARUS BERANI DAN TRANSPARAN
Kasus ini adalah ujian besar bagi Kejati Banten dalam menunjukkan keberanian dan integritas. Jika hanya pelaku swasta yang ditindak, maka pemberantasan korupsi hanya menjadi simbolis. Sebaliknya, jika semua pihak yang terlibat—baik dari pihak penyedia maupun pejabat publik—dimintai pertanggungjawaban hukum, maka publik akan melihat bahwa hukum benar-benar ditegakkan.
“Kita tunggu keberanian Kejati Banten. Apakah mereka hanya berani menahan direktur, atau juga akan memproses pejabat yang mengesahkan proyek ini dari awal?” tutup Akhwil, S.H., praktisi hukum dan aktivis LSM Tangerang Raya.
Pewarta : CHY
Catatan Redaksi:
Tulisan ini disusun berdasarkan dokumen publik, pernyataan resmi Kejati Banten, serta wawancara dengan narasumber yang kompeten. Media ini menjunjung tinggi prinsip praduga tak bersalah dan terbuka terhadap hak jawab dari pihak-pihak terkait.