Di Tulis Oleh: Akhwil, S.H.
(Praktisi Hukum dan Aktivis Tangerang Raya)
I. PENDAHULUAN
Tangerang,24-04-2025, Watchnews.co.id Perkembangan terbaru dalam kasus pagar laut Tangerang kembali menjadi sorotan. Empat tersangka utama, yakni Kepala Desa Kohod Arsin, Sekdes Ujang, serta dua pihak penerima kuasa SP dan CE, kini ditangguhkan penahanannya oleh penyidik Bareskrim Polri setelah masa penahanan berakhir pada awal April 2025. Alasan formal penangguhan adalah karena masa penahanan telah habis dan penyidik menganggap para tersangka kooperatif selama proses hukum berlangsung.
Namun, dalam konteks substansi perkara yang diduga melibatkan korupsi tata ruang laut, pemalsuan dokumen, dan penerbitan sertifikat di kawasan pesisir yang memberi keuntungan kepada pengembang besar, penangguhan penahanan ini menuai berbagai pertanyaan publik, termasuk soal urgensi, integritas proses hukum, dan potensi pelemahan pemberantasan korupsi.
II. DASAR HUKUM DAN KONSEP PENANGGUHAN PENAHANAN
Secara yuridis, penangguhan penahanan adalah hak diskresi penyidik atau penuntut umum sebagaimana diatur dalam:
Pasal 31 KUHAP:
“Tersangka atau terdakwa dapat meminta penangguhan penahanan kepada penyidik, penuntut umum atau hakim dan mereka dapat mengabulkan dengan atau tanpa jaminan.”
Penangguhan dapat dilakukan atas dasar:
– Kooperatifnya tersangka
– Pertimbangan kemanusiaan
– Alasan kesehatan
– Penilaian bahwa tidak ada risiko menghilangkan barang bukti, melarikan diri, atau mengulangi perbuatan.
Namun dalam konteks perkara Tipikor dan kejahatan jabatan, penangguhan penahanan harus dilakukan secara selektif dan hati-hati, karena menyangkut kepentingan publik, kredibilitas institusi hukum, dan potensi kolusi vertikal.
III. ANALISIS DAMPAK PENANGGUHAN TERHADAP PROSES HUKUM
1. Potensi Pelemahan Persepsi Publik terhadap Penegakan Hukum
Penangguhan terhadap seluruh tersangka dapat dipersepsikan sebagai bentuk kelemahan institusi hukum, apalagi mengingat:
Kasus ini telah dua kali dikembalikan oleh Kejaksaan Agung (P19) karena tidak lengkap,
Ada desakan publik agar kasus ini dikembangkan ke arah Tipikor, bukan hanya pemalsuan,
Tersangka adalah pejabat publik yang diduga menyalahgunakan jabatan.
Akhwil, S.H. menyampaikan:
“Penangguhan penahanan memang hak hukum, tetapi harus ditakar dengan sensitivitas sosial. Ketika yang diproses adalah pejabat publik dalam perkara tata ruang yang menyangkut hak masyarakat luas, penangguhan bisa dibaca sebagai pengenduran komitmen penegakan hukum.”
2. Potensi Hilangnya Momentum Penyidikan Lanjutan
Dengan status para tersangka tidak lagi ditahan:
– Penyidik berpotensi kesulitan dalam melakukan pengembangan perkara,
– Tersangka bisa berupaya memengaruhi saksi atau mengatur narasi,
– Ada kekhawatiran bahwa proses akan mandek atau ‘masuk angin’ jika tidak dikawal publik.
Padahal saat ini, Kejaksaan Agung secara tegas telah memerintahkan perluasan penyidikan berdasarkan UU Tipikor, bukan hanya pemalsuan. Dalam konteks ini, penahanan seharusnya menjadi bagian dari mekanisme perlindungan terhadap proses hukum, bukan sekadar pembatasan kebebasan fisik tersangka.
IV. KONTEKS LUAS: PERLUASAN PERKARA DAN POTENSI AKTOR LAIN
Berdasarkan kajian sebelumnya, kasus ini melibatkan:
– Pemanfaatan ruang laut tanpa izin yang melanggar RZWP3K,
– Penerbitan SHGB/SHM di atas wilayah yang seharusnya tidak boleh disertifikasi,
– Dugaan keuntungan ekonomi bagi pengembang besar seperti PT AGS,
– Dugaan keterlibatan institusi resmi seperti Kantor Pertanahan dan Pemkab.
Jika para tersangka utama tidak ditahan, maka kemungkinan mengungkap keterlibatan aktor intelektual atau penerima manfaat utama akan makin kecil. Ini karena:
– Bukti bisa disembunyikan,
– Kesaksian bisa diarahkan,
– Opini publik bisa dimanipulasi.
V. PENDAPAT DAN REKOMENDASI HUKUM
Akhwil, S.H. memberikan pandangan hukum sebagai berikut:
“Penangguhan penahanan terhadap empat tersangka ini harus dibarengi dengan peningkatan intensitas pengawasan penyidikan. Jika tidak, maka ini akan menjadi preseden buruk di mana kejahatan tata ruang laut bisa ditangani setengah hati. Harus ada jaminan bahwa perkara ini terus dikembangkan ke arah korupsi, bukan hanya berhenti pada dokumen dan administrasi.”
REKOMENDASI:
1. Penyidik harus memastikan tidak terjadi pelanggaran syarat subjektif penangguhan seperti menghilangkan bukti atau memengaruhi saksi.
2. Kejaksaan Agung harus mengambil sikap tegas—jika tidak ada perbaikan penyidikan, Kejagung harus membuka opsi pelimpahan ke KPK.
3. KPK perlu melakukan supervisi aktif karena ini menyangkut kerugian negara dan hak publik.
4. LSM dan media harus mengawal kasus ini sebagai bagian dari kontrol publik terhadap potensi impunitas.
VI. PENUTUP
Penangguhan penahanan bukan berarti akhir proses hukum. Namun dalam perkara strategis seperti kasus pagar laut Tangerang, ketelitian, transparansi, dan keberanian penegak hukum sangat dibutuhkan. Tanpa itu, perkara ini hanya akan jadi lembaran usang yang tertumpuk dalam sejarah panjang pelanggaran ruang hidup rakyat kecil yang tak tersentuh oleh hukum.
CATATAN: Tulisan ini dibuat oleh Akhwil, S.H.
Praktisi Hukum dan Aktivis Tangerang Raya dalam bentuk kajian dan analisis sederhana untuk tujuan edukasi dalam menyikapi persoalan proses penegakan hukum terhadap kasus pagar laut Tangerang
Perwarta : CHY Watchnews.co.id