Penulis: Akhwil.SH ( Praktisi Hukum dan Aktivis LSM Tangerang Raya)
Tangerang, 24 Maret 2025, Watchnews.co.id “Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tirta Benteng Kota Tangerang resmi membuka seleksi terbuka untuk posisi Direktur Umum mulai 24 Maret hingga 10 April 2025. Langkah ini menarik perhatian publik karena baru sekarang jabatan tersebut diisi kembali, sementara struktur organisasi Perumda Tirta Benteng sendiri masih memiliki tantangan besar, terutama dalam pengelolaan kerja sama dengan PT Moya Indonesia.
Di satu sisi, pengisian posisi Direktur Umum menjadi bagian dari upaya penguatan tata kelola internal perusahaan. Namun, di sisi lain, beban kontrak kerja sama yang ada menimbulkan pertanyaan besar mengenai masa depan Perumda Tirta Benteng. Apakah direktur baru akan mampu membawa perubahan signifikan dalam kebijakan manajerial, atau justru sekadar menjadi pelaksana kebijakan yang sudah terlanjur membebani perusahaan?
MENGAPA JABATAN DIREKTUR UMUM BARU DIBUKA?
Berdasarkan struktur organisasi Perumda Tirta Benteng, seharusnya terdapat tiga direktur yang bertanggung jawab atas operasional perusahaan, yakni Direktur Utama, Direktur Teknik, dan Direktur Umum. Namun, sejak pelantikan Doddi Effendy sebagai Direktur Utama dan Joko Surana sebagai Direktur Teknik pada 1 September 2023, posisi Direktur Umum tampaknya dibiarkan kosong hingga saat ini.
Ada kemungkinan bahwa kekosongan ini disebabkan oleh restrukturisasi internal atau permasalahan regulasi dalam pengangkatan pejabat baru. Namun, jika dilihat dari konteks yang lebih luas, bisa jadi ada faktor lain yang memengaruhi, terutama terkait dengan kerja sama Perumda Tirta Benteng dengan PT Moya Indonesia.
PENGARUH PERJANJIAN BOT DENGAN PT Moya TERHADAP PERUMDA TIRTA BENTENG
Perumda Tirta Benteng saat ini menjalankan operasionalnya dengan skema Build-Operate-Transfer (BOT) bersama PT Moya Indonesia. Perjanjian ini memberikan hak kepada PT Moya untuk membangun dan mengoperasikan fasilitas pengolahan air selama 30 tahun. Sebagai konsekuensinya, Perumda Tirta Benteng hanya berperan sebagai pembeli air dari PT Moya, bukan sebagai pengelola penuh sumber daya air.
Skema Take or Pay yang diterapkan dalam kerja sama ini mengharuskan Perumda Tirta Benteng membeli air dalam jumlah tertentu, terlepas dari apakah air tersebut terserap oleh pelanggan atau tidak. Ini menciptakan beban finansial yang cukup berat bagi perusahaan daerah, karena mereka harus terus membayar PT Moya tanpa bisa mengendalikan distribusi dan harga secara independen.
Di sisi lain, kerja sama ini memang memberikan kepastian pasokan air bersih bagi masyarakat Kota Tangerang, tetapi pada saat yang sama menempatkan Perumda Tirta Benteng dalam posisi yang lemah secara bisnis. Perusahaan tidak memiliki kontrol penuh atas infrastruktur, sementara biaya operasional terus meningkat.
ANALISIS DARI BERBAGAI ASPEK ASPEK HUKUM
1). DARI SISI HUKUM
perjanjian BOT ini perlu dikaji ulang, terutama terkait klausul yang mengikat Perumda Tirta Benteng dalam jangka waktu panjang. Apakah ada opsi renegosiasi yang bisa diambil untuk mengurangi beban keuangan perusahaan? Apakah ada potensi pelanggaran hukum atau ketidakseimbangan dalam perjanjian yang bisa dijadikan dasar untuk revisi kontrak?
2). ASPEK EKONOMI DAN BISNIS
Perjanjian ini jelas merugikan Perumda Tirta Benteng secara ekonomi karena membatasi fleksibilitas bisnisnya. Dengan hanya menjadi pembeli, perusahaan tidak bisa melakukan ekspansi atau inovasi dalam pengelolaan air. Jika kondisi ini dibiarkan, Perumda Tirta Benteng akan sulit berkembang dan hanya akan menjadi operator pasif yang terus bergantung pada PT Moya.
3). ASPEK SOSIAL DAN PELAYANAN PUBLIK
Meskipun ada jaminan pasokan air, kerja sama ini juga berdampak pada harga air bagi masyarakat. Jika beban biaya terlalu tinggi, maka Perumda Tirta Benteng akan kesulitan menekan tarif air agar tetap terjangkau. Ini bisa memicu ketidakpuasan publik, terutama jika terjadi kenaikan tarif secara signifikan.
4). ASPEK POLITIK DAN KEBIJAKAN
Pemerintah Kota Tangerang sebagai pemilik modal harus mempertimbangkan kembali dampak jangka panjang dari perjanjian ini. Jika terus dibiarkan, Perumda Tirta Benteng akan kehilangan otonominya sebagai penyedia layanan publik, dan keputusan strategisnya akan selalu bergantung pada pihak swasta.
LANGKAH YANG HARUS DIAMBIL OLEH PERUMDA TIRTA BENTENG DAN PEMKOT TANGERANG
1. Renegosiasi Kontrak dengan PT Moya
PerumdaTirta Benteng harus segera melakukan kajian hukum terhadap perjanjian BOT dan mencari celah untuk melakukan renegosiasi. Jika memungkinkan, perlu ada revisi terhadap skema Take or Pay agar tidak terlalu membebani perusahaan.
2. Memperkuat Posisi Keuangan dan Manajerial
Direktur Umum yang baru harus memiliki strategi bisnis yang kuat untuk meningkatkan pendapatan Perumda Tirta Benteng di luar kontrak dengan PT Moya. Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan layanan tambahan atau mencari sumber pendanaan alternatif.
3. Mendorong Kemandirian Infrastruktur
Dalam jangka panjang, Pemerintah Kota Tangerang harus mempertimbangkan pembangunan fasilitas pengolahan air sendiri agar tidak terus bergantung pada PT Moya. Ini memang membutuhkan investasi besar, tetapi akan memberikan kemandirian yang lebih baik bagi Perumda Tirta Benteng.
4. Evaluasi Peran Perumda Tirta Benteng dalam Penyediaan Air Bersih
Jika model bisnis saat ini tidak menguntungkan, maka perlu ada perubahan strategi. Pemerintah Kota Tangerang bisa mempertimbangkan opsi lain, seperti kerja sama dengan pihak lain yang lebih menguntungkan atau bahkan melakukan pengambilalihan kembali kontrol penuh atas pengelolaan air.
Pembukaan seleksi untuk Direktur Umum Perumda Tirta Benteng menjadi momentum penting dalam upaya memperbaiki manajemen perusahaan. Namun, tantangan terbesar tetap ada pada kerja sama dengan PT Moya yang saat ini membatasi peran Perumda Tirta Benteng sebagai penyedia layanan air bersih.
Jika tidak ada langkah strategis untuk mengatasi masalah ini, maka direktur baru yang terpilih mungkin hanya akan menjadi eksekutor kebijakan tanpa memiliki ruang gerak untuk melakukan perubahan. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Tangerang harus segera mengambil langkah konkret untuk memastikan bahwa Perumda Tirta Benteng tetap bisa berkembang dan tidak hanya menjadi ‘pembeli’ dalam sistem yang merugikan.
Ke depan, transparansi dalam pengelolaan air bersih di Kota Tangerang harus menjadi prioritas utama. Jika tidak, maka permasalahan ini akan terus menjadi beban yang berkepanjangan bagi masyarakat dan pemerintah daerah.
Catatan: sumber berita dikutip dari “tangerangkota.go.id, kemudian dikembangkan oleh penulis dalam bentuk kajian.