Di Tulis Oleh : Akhwil.SH ( Praktisi Hukum dan Aktivis LSM Tangerang Raya) :
Analisis Hukum, Tipikor, dan TPPU dalam Skema Sertifikat Fiktif Wilayah Laut
Tangerang, 19 Februari 2025, Watchnews.co.id “Kasus Pagar Laut di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, telah menyeret Kepala Desa (Kades) Arsin dan tiga orang lainnya menjadi tersangka atas dugaan pemalsuan dokumen sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lahan yang seharusnya merupakan wilayah perairan laut. Namun, penanganan hukum kasus ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa hanya empat orang ini yang diproses hukum, sementara aktor-aktor besar seperti BPN, Pemerintah Daerah, Kementerian, dan pengembang tetap aman?
Selain itu, Kejaksaan Agung yang sebelumnya dikabarkan menangani kasus ini tiba-tiba mundur tanpa alasan yang jelas, meskipun surat pemanggilan kepada Kades Kohod telah beredar luas di media sosial. Apakah ini benar hanya soal kewenangan antar lembaga, atau ada kepentingan besar yang bermain?
1. KRONOLOGIS : Skema Sertifikat di Atas Laut
Polemik ini bermula ketika secara tiba-tiba muncul 263 SHGB dan 17 SHM atas lahan perairan laut di Desa Kohod. Investigasi mengungkap bahwa sertifikat tersebut diterbitkan melalui jalur ilegal, diduga melibatkan jaringan yang lebih luas, termasuk oknum BPN dan pihak tertentu di pemerintahan.
Dalam penyidikan, Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan empat tersangka, yakni:
- Arsin (Kades Kohod) – diduga memalsukan surat untuk permohonan pengukuran dan pengakuan hak tanah.
- Sekretaris Desa Kohod – berperan dalam administrasi pemrosesan dokumen.
- SP (pihak ketiga yang menerima kuasa) – disebut sebagai broker yang mengatur pengurusan sertifikat.
- CE (pihak ketiga yang menerima kuasa) – diduga membantu proses sertifikasi ilegal.
Namun, patut dicurigai bahwa sertifikat tidak akan bisa terbit tanpa restu dan peran dari lembaga yang lebih tinggi, seperti BPN, Pemda, dan Kementerian terkait.
2. ASPEK HUKUM : Tidak Hanya Pemalsuan, Tapi Juga Tipikor dan TPPU
Penetapan tersangka terhadap Kades dan tiga lainnya baru menyentuh aspek pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam:
Pasal 263 KUHP – Pemalsuan surat dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara.
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) – yang menegaskan bahwa wilayah perairan tidak dapat menjadi objek hak milik pribadi. Namun, ini bukan hanya sekadar pemalsuan, melainkan dapat dikategorikan sebagai Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) karena:
1. Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001)
Pasal 2 Ayat (1): Setiap orang yang melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara dipidana minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup.
Pasal 3: Setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dipidana minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
Dalam kasus ini, penerbitan sertifikat fiktif berpotensi merugikan negara karena lahan yang seharusnya milik negara dialihkan kepada pihak tertentu untuk kepentingan bisnis.
2. Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 8 Tahun 2010)
Pasal 3: Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengubah bentuk, atau menyembunyikan hasil dari tindak pidana (korupsi) dapat dipidana maksimal 20 tahun dan denda Rp10 miliar.
Jika terbukti ada aliran dana dalam proses penerbitan sertifikat, maka ini bukan hanya pemalsuan, tetapi juga pencucian uang.
Dengan fakta ini, kepolisian wajib mengembangkan kasus ini lebih luas dan tidak berhenti hanya pada pasal pemalsuan dokumen.
3. MENGAPA KEJAKSAAN AGUNG TIBA-TIBA MUNDUR?
Sebelum Bareskrim menangani kasus ini, beredar luas surat pemanggilan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada Kades Kohod. Namun, tiba-tiba Kejagung menarik diri dari kasus ini tanpa alasan yang kuat.
Ada spekulasi bahwa alasan formalnya adalah SKB 3 Menteri yang membagi kewenangan antara Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK dalam menangani perkara agraria. Namun, alasan ini kurang kuat karena:
- Kejagung sudah melakukan pemanggilan, artinya kasus ini sebelumnya telah masuk dalam ranah penyelidikan mereka.
- Jika hanya pemalsuan dokumen, benar bahwa Polri memiliki wewenang utama. Namun, jika ada dugaan Tipikor dan TPPU, Kejagung tetap bisa menangani.
- Ada kemungkinan tekanan politik atau kepentingan bisnis besar yang menyebabkan Kejagung mundur, terutama mengingat bahwa kasus ini berkaitan dengan PIK 2 yang dikelola oleh PT Agung Sedayu Group.
Apakah ini berarti ada intervensi dari kekuatan tertentu untuk memastikan kasus ini tetap di bawah kendali dan tidak berkembang lebih jauh?
4. SIAPA YANG DILINDUNGI ?
Jika kasus ini hanya berhenti di empat tersangka level bawah, maka jelas ada upaya untuk melindungi pihak yang lebih kuat, seperti:
- Oknum di BPN – yang seharusnya tidak bisa menerbitkan SHGB dan SHM di atas laut tanpa manipulasi administratif.
- Pemda dan Kementerian – yang bertanggung jawab atas pengawasan tata ruang wilayah pesisir.
- Pengembang besar – yang diduga menjadi pihak yang mendapatkan manfaat terbesar dari kepemilikan lahan ilegal ini.
5. SIKAP YANG HARUS DIAMBIL MASYARAKAT
Dalam situasi di mana hukum dikendalikan oleh oligarki bisnis dan politik, masyarakat pesisir tidak boleh diam. Langkah yang bisa dilakukan:
- Mendesak kepolisian untuk mengembangkan kasus ini ke arah Tipikor dan TPPU.
- Meminta Kejagung memberikan penjelasan resmi mengapa mereka mundur.
- Menggalang advokasi hukum dan media agar kasus ini tidak ditutup-tutupi.
- Mengajukan gugatan terhadap proses penerbitan sertifikat yang melanggar hukum.
6. KESIMPULAN
Jangan Biarkan Hukum Dikorbankan untuk Kepentingan Oligarki. Kasus Pagar Laut Kohod bukan hanya kasus pemalsuan dokumen biasa, tetapi berpotensi menjadi skandal korupsi dan pencucian uang besar. Jika hanya empat orang di tingkat bawah yang dikorbankan, maka ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
Pihak kepolisian harus berani membuka jaringan yang lebih luas dan menindak aktor-aktor besar yang ikut bermain dalam kejahatan ini. Jika tidak, maka kasus ini hanya akan menjadi bagian dari sejarah panjang bagaimana hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.