INSTRUKSI MENTERI ATR/BPN: PENGEMBANG BELUM SERAHKAN FASOS-FASUM, TAHAN SERTIFIKATNYA! KOTA TANGERANG HARUS TEGAS MENINDAK

Bagikan

Investigasi Watchnews.co.id. Kajian Hukum Akhwil, S.H., Praktisi Hukum dan Aktivis Tangerang Raya

Tangerang, 05- 05-2025 Watchnews.co.id
Pemerintah pusat melalui Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid, mengirim sinyal tegas kepada para pengembang yang tidak taat terhadap kewajiban penyerahan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum). Kebijakan tersebut menegaskan bahwa setiap permohonan pemecahan sertifikat oleh pengembang dapat ditangguhkan, apabila belum menyelesaikan penyerahan fasos-fasum kepada pemerintah daerah.

“Kalau mereka butuh pemecahan sertifikat, kita tahan dulu sebelum menyerahkan fasum-fasosnya,” ujar Menteri Nusron saat berkunjung ke Kota Tangerang, Rabu (30/4/2025).

Pernyataan tersebut menyentil persoalan klasik di daerah-daerah urban seperti Kota Tangerang, yang selama ini menjadi ladang subur bagi investasi dan pembangunan permukiman serta komersial. Di wilayah ini, jumlah pengembang tergolong sangat besar, dengan dominasi proyek-proyek raksasa dari pengembang nasional dan regional, diantaranya Modernland, Alam Sutera, Agung Sedayu, Lippo, Banjar Wijaya, Taman Royal dan banyak lainnya baik dalam skala besar, menengah dan kecil. Beberapa kawasan hunian dan niaga telah berkembang pesat, namun penyerahan fasos-fasum—termasuk lahan pemakaman umum—masih menjadi pertanyaan besar yang belum terjawab transparan.

MASALAH STRUKTURAL: DIATUR HUKUM, TAPI DIABAIKAN

Akhwil, S.H., praktisi hukum dan aktivis Tangerang Raya, menyatakan bahwa persoalan belum diserahkannya fasos-fasum oleh pengembang bukanlah persoalan teknis administratif semata, melainkan potensi pelanggaran hukum yang berdampak serius.

Berikut ketentuan hukum yang mewajibkan penyerahan fasos-fasum oleh pengembang:

UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Pasal 35 dan 36:
“Menyatakan bahwa setiap pengembang wajib menyediakan dan menyerahkan PSU (prasarana, sarana, utilitas) kepada pemerintah daerah.”

Permendagri No. 9 Tahun 2009 dan Permen PUPR No. 12 Tahun 2020:
“Melarang pemecahan dan pemanfaatan unit rumah sebelum penyerahan fasos-fasum dilakukan secara resmi dan tercatat.”

PP No. 12 Tahun 2021:
“Menegaskan bahwa proses sertifikasi lahan permukiman dan bangunan harus didahului dengan bukti penyerahan PSU.”

Namun dalam praktiknya, banyak pengembang diduga kuat melanggar ketentuan ini, bahkan ada yang mengalihkan fungsi fasos/fasum menjadi kawasan komersial tanpa izin perubahan peruntukan, yang secara hukum masuk kategori pelanggaran serius.

KONSEKUENSI HUKUM:

Menurut Akhwil, apabila pengembang tetap melakukan pemecahan sertifikat, menjual unit, atau menggunakan fasos-fasum untuk kepentingan komersial tanpa menyerahkannya ke Pemda, maka ada tiga jalur hukum yang dapat digunakan:

1. Hukum Administratif

Pemda dapat mencabut izin lokasi, izin prinsip, IMB/SLF, serta menghentikan layanan pelayanan publik terhadap pengembang.

ATR/BPN dapat menolak semua permohonan layanan pertanahan, termasuk pemecahan dan pendaftaran hak.

2. Hukum Perdata

Warga atau Pemda dapat mengajukan gugatan wanprestasi, atas kerugian akibat tidak diserahkannya fasilitas publik sesuai izin awal.

3. Hukum Pidana

Jika terdapat indikasi penipuan atau manipulasi izin, maka dapat dijerat:

– Pasal 378 KUHP (penipuan).
– Pasal 263 KUHP (pemalsuan dokumen).

Jika fasos-fasum dikomersialisasikan tanpa izin, maka dapat dikategorikan sebagai:

– Perampasan aset negara/daerah.
– Pelanggaran terhadap UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, jika menyalahi AMDAL atau RTRW.

FASOS, FASUM, DAN LAHAN MAKAM: ASET RAKYAT YANG TERANCAM

Kawasan permukiman elit hingga menengah di Kota Tangerang menunjukkan pola yang sama: minimnya fasilitas pemakaman, ruang terbuka hijau, dan tempat ibadah yang layak. Padahal, seluruh itu termasuk dalam komponen PSU yang wajib disediakan dan diserahkan pengembang kepada pemerintah daerah. Tidak sedikit kasus di mana fasos-fasum telah berubah fungsi menjadi ruko, gudang, bahkan minimarket.

Akhwil menegaskan bahwa lahan makam adalah bagian dari fasilitas sosial dan tidak boleh diganti dengan kompensasi uang kecuali atas dasar kesepakatan tertulis dengan pemerintah daerah dan warga. Tidak adanya TPU di sejumlah kawasan hunian bukan hanya pelanggaran administratif, tapi bisa dikategorikan sebagai pengabaian hak dasar warga atas tempat pemakaman yang layak.

APA YANG HARUS DILAKUKAN WALI KOTA TANGERANG?

1. Audit Total PSU
Segera bentuk Tim Terpadu (melibatkan ATR/BPN, Inspektorat, Kejaksaan, Dinas Perumahan dan Tata Ruang) untuk melakukan verifikasi atas seluruh PSU yang belum diserahkan.

2. Moratorium Sertifikat Pengembang
Wali Kota perlu mengeluarkan Surat Edaran atau SK Penangguhan Pemecahan Sertifikat, hingga pengembang menyerahkan fasos-fasum secara sah.

3. Publikasi Daftar Pengembang Nakal
Publik berhak tahu siapa pengembang yang tidak taat hukum. Pemerintah harus mengumumkan daftar hitam pengembang tersebut sebagai bagian dari transparansi publik.

4. Gugat dan Laporkan
Ambil langkah hukum: gugat secara perdata dan laporkan ke aparat penegak hukum (APH) jika ada dugaan pidana. Jangan ada toleransi untuk pelanggaran tata ruang.

PENEGASAN ; INI BUKAN LAGI ADMINISTRASI, INI PENEGAKAN HUKUM

“Jika pemerintah daerah masih menutup mata, maka pengembang-pengembang besar akan terus menguasai ruang publik tanpa tanggung jawab. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini perampasan hak warga secara sistematis,” ujar Akhwil, dengan nada serius.

MOMEN PENATAAN ULANG TATA RUANG KOTA TANGERANG

“Kebijakan Menteri ATR/BPN merupakan momentum penting. Sudah waktunya Kota Tangerang melepaskan ketergantungan pada kompromi dengan pengembang. Fasos-fasum adalah hak rakyat, bukan bonus atau opsi. Pemerintah wajib hadir sebagai penjaga keadilan ruang, bukan sekadar penerbit izin”.

Pewarta: CHY Watchnews.co.id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *