MANGROVE DITANAM, RAKYAT TERPINGGIRKAN : IRONI HIJAU DI BALIK PROYEK AGUNG SEDAYU DI TELUK NAGA

Bagikan

Oleh: Akhwil, S.H. Praktisi Hukum dan Aktivis Tangerang Raya

Tangerang, 04-05-2025, Watchnews.co.id
Ribuan pohon mangrove ditanam di pesisir Tanjung Pasir, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, dalam sebuah seremoni megah yang digelar Agung Sedayu Group (ASG) bersama sejumlah tokoh nasional dan organisasi lingkungan. Disebut-sebut sebagai bagian dari program penyelamatan lingkungan Teluk Jakarta, acara itu juga mengumumkan alokasi dana jumbo hingga Rp 39,6 triliun.

Namun di balik upaya penghijauan itu, muncul ironi yang justru menampar rasa keadilan warga pesisir. Mereka bertanya: “Mengapa tanah kami bisa hilang tanpa kami jual? Mengapa kami terusir dari tanah sendiri demi proyek besar?”

PROGRAM HIJAU YANG TAK SEPENUHNYA BERSIH

Direktur Utama ASG, Nono Sampono, dalam pernyataannya menyebut bahwa program ini adalah bentuk kepedulian terhadap abrasi dan kerusakan lingkungan Teluk Jakarta, sekaligus menjalankan mandat dari Keppres No. 56 Tahun 1995.

Penanaman 7.000 mangrove dan rencana pembangunan kawasan wisata berbasis hijau diklaim sebagai bentuk nyata dari pembangunan berkelanjutan. Bahkan kawasan hutan Perhutani seluas 1.800 hektare yang kini tersisa 91 hektare akan dikembalikan fungsinya secara bertahap.

Namun sayangnya, dalam narasi yang disampaikan, tidak ada satu pun kalimat yang menyinggung nasib masyarakat lokal yang terdampak proyek raksasa ini khususnya warga Pantura Kabupaten Tangerang.

JERITAN WARGA: “TANAH KAMI HILANG, TAPI KAMI TAK PERNAH MENJUALNYA”

Tokoh masyarakat Pantura, H. Hambali putera daerah Teluk Naga Kabupaten Tangerang dengan tegas menyampaikan bahwa banyak warga tidak tahu menahu jika tanah mereka sudah berubah nama menjadi milik pengembang. “Ada yang punya girik, waris, bahkan SHM, tapi tiba-tiba sudah terbit HGB baru atas nama pengembang. Ini jelas tidak normal,” ujarnya.

Kemudian H. Hambali menyebut “ada dugaan keterlibatan mafia tanah yang bekerja sama dengan oknum pejabat sipil dan aparatur negara”. Mekanisme pembebasan lahan dianggap tidak transparan dan penuh tekanan, mulai dari intimidasi hingga pemalsuan dokumen.

DI BALIK PEMBANGUNAN HIJAU: ADA PERAMPASAN HAK?

Jika benar penguasaan tanah dilakukan tanpa ganti rugi yang sah, maka ini bisa masuk kategori perbuatan melawan hukum (PMH) sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.

Lebih dari itu, jika sertifikat dikeluarkan berdasarkan data palsu atau hasil manipulasi, maka terdapat unsur pidana:

– Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat
– Pasal 55 dan 56 KUHP tentang turut serta dan membantu perbuatan pidana
– UU Tipikor jika ada keterlibatan pejabat negara yang menyalahgunakan kewenangannya

Sayangnya, hingga saat ini belum ada penegakan hukum yang menyentuh aktor-aktor besar di balik pembebasan lahan PIK 2, termasuk korporasi yang diuntungkan.

HARAPAN MASYARAKAT : AUDIT TOTAL DAN PEMULIHAN HAK

Masyarakat mendesak:

1. Audit menyeluruh terhadap semua tanah yang kini dikuasai pengembang, terutama yang dulu milik warga.

2. Penghentian sementara pembangunan di atas tanah yang sedang disengketakan.

3. Pemerintah daerah dan pusat turun tangan untuk mengklarifikasi status tanah dan memulihkan hak masyarakat yang dirugikan.

Pembangunan Jangan Hanya Menghijaukan Pantai, Tapi Juga Hati Nurani

Rehabilitasi lingkungan memang penting. Tapi tidak cukup dengan menanam pohon sambil membiarkan warga kehilangan tanah mereka sendiri.

Pembangunan yang sehat adalah pembangunan yang berkeadilan, berkelanjutan, dan tidak menindas. Jika Agung Sedayu Group benar peduli pada lingkungan dan masa depan bangsa, sudah sepatutnya mereka juga mendengarkan jeritan rakyat yang tanahnya kini jadi fondasi proyek mereka.

Karena pohon bisa tumbuh kembali, tapi kepercayaan rakyat yang hilang sulit untuk ditanam ulang.

Pewarta: CHY, Watchnews.co.id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *