PEMAGARAN LAUT 30 Km DI PESISIR BANTEN: Pelanggaran Wawasan Nusantara dan Ancaman Kedaulatan Negara”

Antara Foto
Bagikan

WATCHNEWS | TANGERANG, Kasus pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, menjadi sorotan publik. Dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu untuk kepentingan proyek reklamasi PIK-2 milik pengusaha besar seperti Aguan dan Anthony Salim, menciptakan polemik hukum dan ancaman serius terhadap kedaulatan negara. Tidak hanya mengancam hak-hak nelayan tradisional, aktivitas ini juga melanggar hukum nasional dan internasional, termasuk prinsip Wawasan Nusantara yang telah diakui melalui ratifikasi United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.

Pelanggaran Hukum Nasional dan Internasional
Pemagaran laut tanpa izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) melanggar UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Aktivitas ini juga bertentangan dengan prinsip UNCLOS yang mengatur hak negara kepulauan untuk melindungi ruang lautnya demi kepentingan masyarakat dan ekosistem.

Konsep Wawasan Nusantara, yang menyatukan daratan dan lautan Indonesia sebagai satu kesatuan, juga dilanggar. Pemagaran tersebut memisahkan akses nelayan dan menciptakan “zona eksklusif” yang bertentangan dengan prinsip keterbukaan akses laut bagi masyarakat pesisir.

Hak Nelayan yang Terampas
Nelayan tradisional di wilayah tersebut mengeluhkan pemagaran yang menghalangi jalur pelayaran mereka. Hal ini melanggar UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, yang menjamin hak nelayan untuk melaut tanpa hambatan. Selain itu, akses terhadap sumber daya laut yang merupakan hak ekonomi masyarakat setempat telah dirampas, menciptakan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan.

Dugaan Tindak Pidana
Tindakan ini diduga kuat melibatkan pihak-pihak tertentu, termasuk Memet, Gojali alias Engcun, dan Ali Hanafiah Lijaya, yang diduga bekerja untuk kepentingan proyek PIK-2. Tidak hanya melanggar hukum lingkungan dan tata ruang, ada indikasi keterlibatan asing yang berpotensi melanggar Pasal 106 KUHP tentang makar, yang mengancam pidana penjara hingga seumur hidup.

Langkah Hukum yang Harus Diambil
Untuk menegakkan kedaulatan negara dan melindungi masyarakat pesisir, langkah-langkah berikut harus dilakukan:

1. Pencabutan dan Pembongkaran Pemagaran Laut: Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) harus segera mencabut dan membongkar pagar laut yang melanggar hukum.

2. Proses Hukum terhadap Pelaku: Aparat penegak hukum harus mengusut dan menindak semua pihak yang terlibat, termasuk pelaku utama dan pendukung proyek ilegal ini.

3. Pemulihan Hak Nelayan: Hak nelayan untuk melaut harus segera dipulihkan, dan pemerintah harus memberikan kompensasi atas kerugian yang mereka alami.

4. Penegakan Prinsip Wawasan Nusantara: Pemerintah harus memastikan pengelolaan ruang laut sesuai dengan prinsip Wawasan Nusantara dan hukum internasional, termasuk UNCLOS.

Ancaman Terhadap Kedaulatan Negara
Kasus ini tidak hanya merugikan masyarakat lokal tetapi juga mengancam kedaulatan negara. Pemagaran laut untuk kepentingan privat, terutama jika terkait pihak asing, menunjukkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum. Jika dibiarkan, ini dapat menjadi preseden buruk yang melemahkan posisi Indonesia dalam menjaga kedaulatan lautnya.

KESIMPULAN :

Pemagaran laut di pesisir Banten adalah pelanggaran serius terhadap hukum nasional, prinsip Wawasan Nusantara, dan hukum laut internasional. Pemerintah harus bertindak tegas untuk menghentikan pelanggaran ini, memproses hukum pelaku, dan memulihkan hak masyarakat pesisir. Kegagalan menangani kasus ini akan mencederai kepercayaan masyarakat dan melemahkan posisi Indonesia sebagai negara kepulauan yang berdaulat.

Penulis: Akhwil.SH ( S1 Jurusan Hukum Laut Internasional) Aktivis & Praktisi Hukum.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *