Oleh: Akhwil, S.H.
Praktisi Hukum & Aktivis LSM Tangerang Raya
Tangerang, 16 Maret 2025, Watchnews.co.id.
I. KRONOLOGI PERKARA DAN LATAR BELAKANG
“Pasar Babakan, yang terletak di kawasan Cikokol, Kota Tangerang, kini menjadi pusat sengketa hukum antara pengelola lama dan beberapa instansi pemerintah serta pihak swasta. Gugatan diajukan oleh pengelola sebelumnya, Yogi Yogaswara, terhadap Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM), Kementerian Keuangan, PT Dua Dunia Molala, dan Pemerintah Kota Tangerang. Gugatan ini terdaftar di Pengadilan Negeri Tangerang dengan Nomor Perkara 425/Pdt.G/2023/PN.Tng, dengan sidang perdana dijadwalkan pada 9 Mei 2023. Dalam proses tersebut, PT Panca Karya Griyatama juga turut menjadi tergugat.
Menurut keterangan kuasa hukum penggugat, M. Amin Nasution, pengalihan pengelolaan pasar yang dilakukan oleh Kemenkum HAM diduga melampaui batas tugas pokok dan fungsi (tupoksi) instansi tersebut. Secara administratif, lahan Pasar Babakan memiliki status Hak Pakai yang dikuasai Kemenkum HAM, namun sejak 2007 lahan tersebut telah dipinjamkan kepada Pemerintah Kota Tangerang untuk kepentingan umum. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor S 18/MK.6/KN.4/2023 menjadi dasar penunjukan PT Dua Dunia Molala sebagai pengelola, meskipun mekanisme dan prosedur pengalihan tersebut dipertanyakan secara hukum.
II. ANALISIS HUKUM DAN KEWENANGAN PENGELOLAAN
1. Pengelolaan BMN dan Dasar Hukum
Pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN) diatur oleh sejumlah peraturan, di antaranya:
a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Menegaskan bahwa aset negara harus dikelola sesuai dengan peruntukan dan tugas pokok instansi yang bersangkutan. Dalam konteks Pasar Babakan, meskipun lahan berstatus Hak Pakai dikuasai Kemenkum HAM, pengelolaan pasar secara operasional bukan merupakan bagian dari tupoksi Kemenkum HAM.
b) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan BMN
Pasal 6: Menyatakan bahwa setiap instansi hanya boleh menggunakan dan mengelola aset sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
Pasal 27: Memungkinkan penyewaan BMN kepada pihak ketiga dengan persetujuan Kementerian Keuangan, namun tetap harus memperhatikan ketentuan penggunaan aset yang telah ditetapkan dan tidak boleh mengabaikan peraturan otonomi daerah.
2. Otonomi Daerah dan Kewenangan Pengelolaan Pasar
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Memberikan wewenang eksklusif kepada pemerintah daerah untuk mengelola pasar tradisional dan aset-aset milik daerah. Di Kota Tangerang, pengelolaan pasar tradisional berdasarkan PERDA seharusnya berada di bawah naungan PD PASAR Kota Tangerang, sedangkan pengelolaan fasilitas seperti perparkiran telah diserahkan kepada PT TNG melalui Peraturan Wali Kota (Perwal) No. 10 tahun 2016 kemudian ditindaklanjuti dengan Perwal tahun 2018 tentang penyerahan kewenangan Dishub tentang perparkiran On Street.
Pengesahan kewenangan ini menegaskan bahwa setiap pengalihan pengelolaan kepada pihak swasta harus mempertimbangkan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Apabila proses pengalihan dilakukan tanpa melibatkan Pemkot, maka secara hukum dapat dianggap menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
3. Status Perjanjian dan Gugatan
Dalam ranah hukum perdata, Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah mengikat para pihak bak undang-undang. Gugatan yang diajukan oleh Yogi Yogaswara menekankan bahwa pengalihan pengelolaan kepada PT Dua Dunia Molala dilakukan sebelum putusan inkracht dari pengadilan, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai keabsahan dan kepastian hukum atas perjanjian tersebut.
Lebih jauh, Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menuntut kepastian dan kejelasan dalam setiap tindakan administrasi. Dengan demikian, proses pengalihan yang dilakukan tanpa koordinasi menyeluruh antara Kemenkum HAM, Kementerian Keuangan, dan Pemkot Tangerang dianggap mengaburkan batas kewenangan serta mengancam penerimaan PAD daerah.
III. POTENSI HILANGNYA PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DAMPAK EKONOMI
1. Dampak pada Pendapatan Daerah
Jika pengelolaan Pasar Babakan dan fasilitas pendukungnya diserahkan kepada pihak swasta, Pemkot Tangerang berisiko kehilangan potensi pendapatan dari beberapa sumber, antara lain:
a). Retribusi Pasar dan Pajak Kios
Dengan pengelolaan oleh PD Pasar, seluruh pendapatan yang dihasilkan dari retribusi pasar dapat langsung masuk ke kas daerah. Namun, apabila dikelola swasta, pemerintah hanya memperoleh bagian dari pajak dan retribusi tertentu.
b). Retribusi Parkir
Pengelolaan perparkiran yang idealnya berada di bawah PT TNG sudah diatur melalui Perwal Kota Tangerang. Meski demikian, kasus di Pasar Inpres Ciledug menunjukkan bahwa ketika pengelolaan parkir dikuasai pihak swasta, potensi pendapatan dari retribusi parkir tidak teroptimalkan.
2. Perbandingan dengan Fasilitas Komersial Lain
Beberapa lokasi di Kota Tangerang juga menunjukkan pola pengelolaan swasta yang berpotensi merugikan PAD, antara lain:
– TangCity Mall
Sebagai pusat perbelanjaan modern, mall ini memiliki potensi PAD dari sektor ritel, hiburan, dan parkir yang besar. Namun, pengelolaan swasta menyebabkan Pemkot hanya memperoleh bagian kecil dari pendapatan tersebut.
* Arcadia
Kawasan komersial yang berkembang pesat ini menyumbang pajak dan retribusi tinggi, namun dominasi pengelolaan swasta mengurangi kontrol Pemkot dalam menetapkan tarif dan sistem pengelolaan.
* Pasar Ciledug
Meski memiliki potensi pasar tradisional yang kuat, sebagian fasilitas dan lahan dikuasai swasta sehingga menghambat optimalisasi PAD melalui PD Pasar.
* Pasar Inpres Ciledug
Lahan milik Pemkot Tangerang, namun pengelolaan parkir oleh swasta menimbulkan ketidakselarasan antara potensi pendapatan dan pengelolaan aset yang seharusnya menjadi hak pemerintah daerah.
IV. REKOMENDASI DAN TINDAKAN HUKUM
1. Pemkot Tangerang Harus Proaktif
Pemerintah Kota Tangerang perlu segera mengambil langkah strategis untuk:
* Menegaskan Kewenangan Otonomi Daerah:
* Menegaskan bahwa pengelolaan pasar tradisional merupakan hak eksklusif Pemkot, dengan melibatkan PD Pasar sebagai pengelola utama, sesuai ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014 dan Peraturan Daerah yang berlaku.
* Koordinasi dengan Kemenkum HAM dan Kementerian Keuangan
* Mengajukan keberatan resmi serta permintaan peninjauan ulang atas pengalihan pengelolaan kepada pihak swasta berdasarkan bukti-bukti yang menunjukkan pelanggaran fungsi dan tupoksi Kemenkum HAM serta potensi kerugian PAD.
2. Peninjauan Ulang Perjanjian dan Gugatan Hukum
a). Tindakan Hukum:
Pemkot dapat mempertimbangkan intervensi hukum atau gugatan untuk membatalkan atau meninjau ulang perjanjian sewa BMN dengan PT Dua Dunia Molala apabila proses pengalihan dinilai tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
b). Transparansi Administrasi:
Pengawasan dan audit internal oleh DPRD serta Inspektorat Daerah harus dilakukan secara rutin untuk memastikan setiap pemanfaatan aset daerah berjalan secara transparan dan akuntabel.
3. Optimalisasi Potensi PAD melalui Pengelolaan Aset Daerah
a) Reorganisasi Pengelolaan:
Mengembalikan pengelolaan pasar tradisional kepada PD Pasar Kota Tangerang dan pengelolaan perparkiran kepada PT TNG guna mengoptimalkan seluruh potensi pendapatan.
b) Kajian Komprehensif Aset Daerah:
Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan fasilitas komersial seperti TangCity Mall, Arcadia, Pasar Ciledug, dan Pasar Inpres Ciledug untuk mengidentifikasi celah pendapatan dan menyusun strategi optimalisasi PAD.
V. KESIMPULAN
Pengalihan pengelolaan Pasar Babakan ke pihak swasta telah memicu perdebatan sengit mengenai batas kewenangan instansi dan potensi kehilangan PAD bagi Pemerintah Kota Tangerang. Analisis hukum menunjukkan bahwa:
* Pemanfaatan BMN harus dilakukan sesuai dengan tupoksi masing-masing instansi, dan pengelolaan pasar tradisional seharusnya berada di bawah kendali Pemkot melalui PD Pasar.
* Proses pengalihan yang dilakukan tanpa koordinasi penuh antara Kemenkum HAM, Kementerian Keuangan, dan Pemkot melanggar prinsip otonomi daerah sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014.
* Penerapan sistem pengelolaan yang menyerap potensi pendapatan secara optimal sangat krusial demi pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik yang lebih baik.
Oleh karena itu, Pemkot Tangerang harus segera mengambil langkah hukum dan administratif untuk meninjau ulang perjanjian sewa BMN, mengembalikan pengelolaan pasar kepada PD Pasar, serta memastikan bahwa aset-aset strategis seperti pasar dan fasilitas komersial lainnya dikelola secara transparan dan menguntungkan daerah. Dengan demikian, optimalisasi PAD dapat terwujud, mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Kota Tangerang.
CATATAN :
Penulisan dibuat berdasarkan hasil diskusi dengan tokoh2 senior Aktivis Tangerang Raya, kemudian oleh penulis dituangkan dalam bentuk kajian hukum sederhana dan diharapkan menjadi acuan bagi para pemangku kebijakan di Kota Tangerang serta masyarakat luas dalam memahami kompleksitas sengketa pengelolaan Pasar Babakan dan implikasinya terhadap potensi ekonomi serta kedaulatan daerah.