Dibuat oleh: Akhwil.SH (Praktisi Hukum dan Aktivis LSM Tangerang Raya) Bersama Senior Aktivis Kota Tangerang Sebagai bentuk kontribusi pemikiran terhadap arah pembangunan Kota Tangerang yang partisipatif, adil, dan berkelanjutan.
Tangerang, 22-04-2025, Watchnews.co.id. Kota Tangerang merupakan salah satu kawasan industri strategis di Provinsi Banten, dengan ratusan sampai ribuan perusahaan yang aktif beroperasi. Potensi ekonomi ini seharusnya selaras dengan kontribusi nyata dari sektor swasta terhadap pembangunan daerah melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau Corporate Social Responsibility (CSR). Untuk mengakomodasi peran badan usaha dalam mendukung pembangunan daerah, dibentuklah Forum CSR Kota Tangerang yang diatur melalui Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2023 tanggal 22 Desember 2023
Namun dalam implementasinya, Forum CSR menghadapi berbagai persoalan struktural dan fungsional. Dari banyak perusahaan, hanya sekitar 19 yang aktif sebagai peserta. Forum CSR juga tidak memiliki kantor tetap, dan jumlah anggotanya terbatas hanya 6 orang, tanpa dukungan struktur organisasi yang memadai. Selain itu, banyak program yang sejatinya merupakan kewajiban pemerintah justru dialihkan kepada CSR, tanpa pengawasan yang cukup.
PENJELASAN POKOK PERMASALAHAN
1. Minimnya Partisipasi Dunia Usaha
Kota Tangerang memiliki ratusan sampai ribuan industri, namun hanya ±19 PT yang tergabung aktif dalam Forum CSR. Hal ini disebabkan oleh:
* Kurangnya sosialisasi dan insentif dari pemerintah kota kepada pelaku usaha.
* Tidak adanya kewajiban hukum secara eksplisit bagi semua badan usaha di luar sektor SDA untuk bergabung dalam forum tersebut.
* Lemahnya mekanisme monitoring dan evaluasi, sehingga perusahaan tidak merasa terikat ataupun terdorong untuk ikut berpartisipasi.
2. Kelembagaan Lemah dan Tidak Profesional
Forum CSR saat ini:
* Tidak memiliki kantor permanen, yang menghambat kerja koordinasi.
* SDM terbatas, tidak berbasis profesionalisme atau kompetensi teknis.
* Tidak memiliki struktur organisasi formal, seperti pembina, pengawas, sekretariat tetap, dan tim pelaksana.
3. Tidak Ada Rencana Induk dan Integrasi Pembangunan
Pelaksanaan kegiatan CSR tidak disusun berdasarkan Rencana Induk TJSL yang terintegrasi ke dalam RPJMD Kota Tangerang. Akibatnya:
* Program CSR berjalan sporadis dan reaktif, tidak menyentuh kebutuhan strategis daerah.
* Forum CSR hanya menjadi wadah seremonial, bukan lembaga penggerak pembangunan.
4. Pergeseran Tupoksi Pemerintah Daerah
Terjadi kecenderungan “pendelegasian tupoksi” dinas kepada CSR, misalnya kegiatan fisik, bantuan sosial, atau pembangunan infrastruktur yang tidak terdanai APBD. Ini melenceng dari esensi TJSL yang seharusnya bersifat komplementer, bukan substitusi atas tanggung jawab pemerintah.
5. Kekosongan dan Keterlambatan Regulasi Teknis
Setelah ditetapkan Perda No. 12 Tahun 2023, Peraturan Walikota (Perwal) sebagai turunan teknis baru terbit setahun kemudian pada Oktober 2024. Hal ini menimbulkan:
* Kekosongan hukum dalam pengelolaan CSR selama 1 tahun.
* Ketidakpastian prosedur dan alur pelaksanaan kegiatan CSR.
* Potensi penyalahgunaan wewenang dan kebijakan tidak berbasis aturan.
PENAJAMAN ASPEK HUKUM
a. Kewajiban Hukum TJSL
*) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 74:
“Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan TJSL.”
*) PP No. 47 Tahun 2012 memperjelas bahwa TJSL merupakan kewajiban yang harus dimasukkan ke dalam rencana tahunan perusahaan dan dilaksanakan dengan memperhatikan kepatuhan hukum.
*) Permendagri No. 15 Tahun 2018 menyatakan bahwa kepala daerah berwenang mengkoordinasikan CSR, namun pelaksanaannya harus mengacu pada prinsip:
– Akuntabilitas
– Transparansi
– Partisipatif
– Berkeadilan
b. Asas dalam Perda No. 12 Tahun 2023
Perda tersebut menekankan pada asas kolaborasi, keterbukaan, dan partisipasi masyarakat. Namun
tidak ada sanksi atau mekanisme reward bagi perusahaan yang tidak ikut serta.
Tidak mengatur secara tegas bentuk pelaporan, audit, atau publikasi kegiatan.
Dengan demikian, Perda ini memerlukan penguatan dari sisi implementasi teknis dan pengawasan, yang harus dijabarkan dalam Perwal dan SOP pelaksanaannya.
REKOMENDASI DAN LANGKAH STRATEGIS
A. RESTRUKTURISASI FORUM CSR
* Bentuk badan ad hoc atau semi permanen setingkat UPT dengan kepemimpinan profesional dan perwakilan sektor usaha, akademisi, dan pemerintah.
* Alokasikan dukungan APBD untuk kegiatan koordinatif dan fasilitasi program.
B. PENYUSUNAN RENCANA INDUK CSR KOTA TANGERANG
* Petakan kebutuhan pembangunan daerah secara spasial dan sektoral.
* Sinkronkan program CSR dengan RPJMD dan Renstra Dinas.
* Buat prioritas wilayah dan tematik (pendidikan, lingkungan, UKM, kesehatan, dsb).
C. PENGUATAN REGULASI DAN TRANSPARANSI
Revisi Perwal dengan memasukkan:
* Kewajiban perusahaan menyusun dan melaporkan rencana CSR tahunan.
* Standar pelaksanaan program (target, evaluasi, indikator dampak).
* Mekanisme audit dan pelaporan terbuka.
D. SISTEM INSENTIF DAN EVALUASI
* Bentuk Tim Monitoring CSR lintas OPD dan masyarakat.
* Berikan penghargaan tahunan dan publikasi untuk pelaku CSR terbaik.
* Sediakan Dashboard Publik CSR Kota Tangerang
Forum CSR adalah jembatan antara kepentingan publik dan kontribusi sektor swasta. Namun tanpa tata kelola yang baik dan penegakan aturan yang kuat, CSR hanya akan menjadi simbol tanpa substansi. Pemerintah Kota Tangerang, melalui kepemimpinan Walikota yang visioner, harus melakukan restrukturisasi kelembagaan dan revitalisasi regulasi CSR agar mampu menjadi pengungkit pembangunan berkelanjutan yang sejati.
Pewarta : CHY